Aku Cinta Bahasa Indonesia
Cinta menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) diartikan sebagai suka sekali, sayang benar, kasih sekali,
terpikat, ingin sekali. Jika digabung dengan kata Indonesia, maka ungkapan ini
bermakna suka sekali dengan Indonesia, terpikat dengan Indonesia, dan ingin
sekali akan Indonesia. Kata benda Indonesia bisa diganti dengan Afris, Fitri
(seperti nama sebuah sinetron), uang, pekerjaan, ataupun tanaman.
Gejala cinta dapat dirasakan melalui
adanya rasa perhatian yang lebih, rasa nyaman ketika memberi, dan juga cara
memperlakukan objek cinta. Ambillah contoh, dua muda-mudi yang sedang jatuh
cinta akan saling memberi perhatian khusus, saling memperlakukan dengan rasa
sayang yang tulus serta perasaan hati yang gembira. Titiek Puspa bilang, jatuh
cinta berjuta rasanya.
Perkumpulan pemuda-pemudi pada ahun 1928 tentu merasakan hal yang sama ketika
merumuskan Sumpah Pemuda. Bersama dengan teman-teman mereka dari seluruh Nusantara,
mereka mengambil tekad bahwa kecintaan mereka tetap satu: yaitu Indonesia.
Bangsa, Tanah Air, dan Bahasa adalah tiga wujud cinta yang mereka satukan.
Sejalan dengan makin bertambah tua negara ini, cinta itupun memudar. Hal yang
paling nyata adalah mengenai bahasa. Berapa banyak anak muda Indonesia sekarang
ini yang cinta akan bahasanya? Berapa banyak dari kaum ini yang sekarang dalam
kehidupan sehari-hari tetap memupuk rasa cinta terhadap bahasa Indonesia?
Mengapa harus menyisipkan istilah asing ketika berbicara bahasa
Indonesia? Agar kelihatan keren? Seorang pembesar di negeri ini bahkan lebih
senang menggunakan scheme daripada skema.
Seorang teman merasa risih ketika
mengirim SMS (short message service) menggunakan bahasa Indonesia. “Pliz deh,
hare gene pake bahasa Indonesia??” Lagi ceritanya, dia telah terbiasa
menggunakan bahasa asing sejak lahir. Dia merasa kagok (canggung.red) ketika
harus menggunakan bahasa Indonesia. Lain lagi cerita tentang kontes-kontesan
nona cantik di negeri ini. Konon yang terpilih adalah nona Indonesia yang tidak
tahu berbahasa Indonesia. Aduh, mengapa bisa begitu? Saya tidak punya jawaban
pasti.
Salah satu syarat utama penerimaan
pegawai (negeri maupun swasta) di negeri ini adalah menguasai bahasa asing,
lisan dan tulisan. Aturan dan standard nilai sudah ditetapkan. Tak bakal
lolos jika nilai tidak mencukupi. Tidak pernah ditanyakan: “berapa nilai bahasa
Indonesiamu?” Yang lazim adalah berapa nilai TOEFLmu?
Kebanggaan terhadap bahasa Indonesia tidak lagi ada dalam diri rakyatnya
sendiri. Kambing hitampun dicari: Globalisasi. Mengapa pusing dengan
globalisasi? Justru globalisasi yang seyogyanya mengikuti bangsa Indonesia.
Usaha mengglobalkan bahasa Indonesia tentu lebih menguntungkan daripada mengglobalkan
diri dengan bahasa lain.
Bagaimanapun, inilah perjuangan para
pendahulu yang olehnya kita dapat dipersatukan. Tak dapat dibayangkan jika
hanya karena ingin keliling Indonesia, kita harus menguasai ribuan bahasa
daerah.
v